viewed 7476 times
Jasa Tebang Pohon (jasabuatkitchensetsemarang@gmail.com) at 27/07/2024 17:55:28, wrote:
Jangan Lupa Jika ada Yang Butuh jasa Tebang Pohon, Hubungi Aku Ya
chealse islan (sicantik.chelseaislan@gmail.com) at 23/08/2024 08:22:39, wrote:
Ini Portal Lokal Yang Ingin Menjadi Go Internasional itu Yah
Mantan politikus Partai Golkar, Wanda Hamidah, mengkritik tajam langkah DPR yang berencana merevisi Undang-Undang Pilkada setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pilkada.
Wanda turut serta dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, bersama para demonstran lainnya pada Kamis (22/8/2024). Dalam orasinya, Wanda mengungkapkan kekhawatirannya bahwa keputusan ini akan menjadi preseden buruk bagi 33 provinsi dan ratusan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
"Bayangkan, jika kita memiliki pemimpin yang tidak kompeten, ini akan berdampak buruk bagi seluruh daerah. Dengan situasi ini, seolah-olah siapa pun yang didukung oleh penguasa akan menang tanpa perlu bersaing dalam menawarkan visi dan misi," tegas Wanda.
Menurutnya, langkah DPR yang berusaha merevisi keputusan MK mengenai UU Pilkada berpotensi menghilangkan kesempatan bagi calon-calon alternatif untuk muncul sebagai kandidat yang didukung oleh partai oposisi. Hal ini, lanjut Wanda, sangat berbahaya karena Pilkada bisa saja hanya diikuti oleh satu pasangan calon saja, yang akan memastikan kemenangan bagi calon dari pihak yang berkuasa tanpa adanya kompetisi yang sehat.
"Kalau cuma ada satu pasangan calon, siapa pun bisa jadi pemimpin, bahkan yang tidak kompeten sekalipun," tambahnya.
Keputusan MK yang dikeluarkan melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 ini, yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora, menetapkan penurunan drastis ambang batas pencalonan kepala daerah. Ketua MK Suhartoyo mengumumkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan sebagian, memberikan angin segar bagi pencalonan gubernur di Jakarta, terutama setelah polemik "borong tiket" oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Namun, tak lama setelah putusan ini diumumkan, DPR dan pemerintah segera mengadakan rapat untuk membahas revisi UU Pilkada. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi, menjelaskan bahwa revisi tersebut dilakukan untuk mengakomodasi putusan MK yang memungkinkan partai nonparlemen untuk mengusung calon kepala daerah.
"Kami ingin memastikan bahwa putusan MK ini dimuat dalam undang-undang sehingga partai nonparlemen juga bisa berpartisipasi," ujar Baidowi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu lalu.
Sumber : Kompas.com
JAKARTA, Kompas.com – Pada Kamis (22/8/2024), Presiden Joko Widodo tetap melaksanakan kegiatannya di Istana Kepresidenan, Jakarta, meskipun berbagai aksi unjuk rasa tengah berlangsung di sejumlah lokasi di seluruh Indonesia. Demonstrasi ini bertujuan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas pencalonan kepala daerah, yang telah memicu ketegangan politik dan publik.
Di pagi hari, Presiden Jokowi menyambut Plt Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, dan pengurus Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Istana. Pertemuan dengan Nana Sudjana terfokus pada pembahasan urusan pribadi, seperti yang disampaikan oleh Nana usai pertemuan. Sementara itu, diskusi dengan PBNU membahas isu-isu penting terkait izin tambang dan investasi di Ibu Kota Nusantara (IKN), yang diungkapkan oleh Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf.
Menurut Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, M Yusuf Permana, Presiden Jokowi awalnya dijadwalkan untuk menghadiri acara "Pencanangan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan dalam rangka Hari Indonesia Menabung" di JIExpo Theater Kemayoran, Jakarta Pusat, pada siang hari. Namun, kehadiran Presiden di acara tersebut tiba-tiba dibatalkan, dan tanggung jawab tersebut dialihkan kepada pejabat lain. Keputusan mendadak ini menimbulkan spekulasi mengenai alasan di balik perubahan tersebut.
Sementara itu, aksi unjuk rasa berlangsung di berbagai titik di Jakarta, termasuk di depan Gedung DPR-MPR dan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Demonstrasi di depan Gedung DPR-MPR diikuti oleh massa dari buruh, mahasiswa, dan tokoh publik, sedangkan aksi di depan Gedung MK melibatkan akademisi dan pemerhati hukum. Para demonstran menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap perubahan aturan yang mempengaruhi pencalonan kepala daerah dan menuntut agar keputusan MK dihormati.
Gelombang aksi ini mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap proses politik yang sedang berlangsung. Dengan latar belakang dinamika politik dan perubahan kebijakan yang cepat, banyak pihak yang khawatir bahwa reformasi yang dilakukan justru dapat mengurangi kualitas demokrasi dan kompetisi dalam pemilihan kepala daerah. Seiring dengan berlangsungnya demonstrasi, perhatian publik tertuju pada bagaimana pemerintah dan lembaga legislatif akan merespons tuntutan ini ke depan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi Bahas Tambang di Istana Saat Rakyat Demo Kawal Putusan MK," Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2024/08/22/13231711/jokowi-bahas-tambang-di-istana-saat-rakyat-demo-kawal-putusan-mk.